TULISAN 3
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tulisan ini tepat pada waktunya. Adapun penyusunan tulisan ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas Teori Organisasi Umum kelas 2KA32 di Universitas Gunadarma.
Pada kesempatan ini, saya sebagai penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan tulisan ini.
Contoh Perusahaan yang Bangkrut
Prinsip going concern menganggap bahwa perusahaan akan terus melaksanakan operasinya sepanjang proses penyelesaian proyek, perjanjian, dan kegiatan yang sedang berlangsung. Perusahaan dianggap tidak akan berhenti, ditutup, atau dilikuidasi dimasa yang akan datang. Sebagian besar perusahaan textile dan garment mengalami penurunan pendapatan bersih bahkan mengalami kerugian, bila terjadi dalam waktu panjang akan berdampak pada kelangsungan usahanya. Altman dan Foster menemukan rasio yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kebangkrutan yaitu Z-Score Altman dan Z-Score Foster. Tujuan penelitian untuk mengetahui bahwa laporan keuangan sebelum terjadi kebangkrutan dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kebangkrutan dengan Model Altman dan Foster, dan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat kebangkrutan Model Altman dan Foster pada perusahaan textile dan garment.
Objek penelitian adalah tingkat kebangkrutan perusahaan textile dan garment go-public di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2004. Subjek penelitian adalah laporan keuangan perusahaan textile dan garment go-public di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2004 sebanyak 15 perusahaan. Sumber data penelitian adalah dari catatan yang dipublikasikan di Bursa Efek Jakarta. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan studi pustaka. Metode analisis data menggunakan analisis Z-Score Altman dan Z-Score Foster, pengujian hipotesis menggunakan paired sample t test.
Hasil penelitian model Altman 80% atau 12 perusahaan tahun 2002-2003 dan 60% atau 9 perusahaan tahun 2004 kategori “bangkrut”, 13,33% atau 2 perusahaan tahun 2002-2003 dan 33,33% atau 5 perusahaan tahun 2004 kategori “rawan bangkrut”, dan 6,67% atau 1 perusahaan tahun 2002-2004 kategori “tidak bangkrut”. Model Foster 86,67% atau 13 perusahaan tahun 2002, 73,33% atau 11 perusahaan tahun 2003, dan 80% atau 12 perusahaan tahun 2004 kategori “bangkrut”, dan 13,33% atau 2 perusahaan tahun 2002, 26,67% atau 4 perusahaan tahun 2003, dan 20% atau 3 perusahaan tahun 2004 kategori “tidak bangkrut”. Uji hipotesis menunjukkan ada perbedaan secara statistik tingkat kebangkrutan model Altman dan Foster tahun 2002, dan tidak ada perbedaan secara statistik tingkat kebangkrutan model Altman dan Foster tahun 2003 dan 2004.
Kesimpulannya bahwa laporan keuangan sebelum terjadi kebangkrutan dapat digunakan untuk mengukur tingkat kebangkrutan menggunakan Model Altman dan Foster. Terdapat perbedaan secara statistik hasil analisis Model Altman dan Foster tahun 2002, dan tidak terdapat perbedaan secara statistik hasil analisis Model Altman dan Foster tahun 2003 dan 2004. Sarannya manajemen perlu berhati-hati dalam mengelola dan menjalankan operasi perusahaan dengan melakukan tindakan perbaikan kinerja perusahaan guna menghindari gangguan terhadap kelangsungan usahanya, investor sebaiknya berhati-hati dalam membeli saham perusahaan textile dan garment yang masuk kategori bangkrut.
Sektor textile dan garment cukup menarik untuk dijadikan obyek penelitian karena derasnya produk-produk textile buatan luar negeri yang membanjiri pasaran di Indonesia, terutama produk textile buatan Cina. Membanjirnya produk textile dari Cina membuat kalang kabut produsen dalam negeri. Kekhawatiran ini beralasan karena harga produk mereka jauh di bawah harga textile dalam negeri, dan dari segi kualitas tidak kalah bagusnya. Produk lokal harus mempertahankan kualitasnya dengan menekan biaya serendah mungkin agar mampu bersaing dengan produk buatan luar negeri, karena produk luar negeri ditawarkan dengan harga yang relatif rendah. Perusahaan harus mempunyai keunggulan kompetitif agar mampu bersaing dan tetap survive.
Berbagai kondisi tersebut di atas akhirnya akan memperburuk kondisi perusahaan textile dan garment yang tidak tertutup kemungkinan akan mengalami kebangkrutan dalam usahanya, meskipun sebelumnya kita ketahui sektor industri textile dan garment cukup memiliki pangsa pasar yang bagus di dalam negeri. Salah satu indikator yang dapat kita gunakan untuk melihat perusahaan akan mampu bertahan hidup, tumbuh dan berkembang, atau bahkan bangkrut, adalah dengan melihat pendapatan bersihnya.
Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa sebagian besar perusahaan industri textile dan garment mengalami kecenderungan penurunan pendapatan bersih dan bahkan mengalami kerugian. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak dapat menghasilkan profit. Apabila keadaan ini terus-menerus terjadi maka kelangsungan usaha akan terganggu, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa mengembalikan pinjaman, bisa membiayai operasi perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi. Keuntungan atau laba merupakan sarana yang penting untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, makin tinggi laba yang diperoleh diharapkan perusahaan akan mampu bertahan hidup, tumbuh dan berkembang serta tangguh menghadapi persaingan. Perusahaan dituntut untuk seefisien mungkin dalam arti bahwa dalam pengorbanan tertentu yang diberikan maka dicapai hasil yang sebesar mungkin, maksudnya pengorbanan adalah modal usaha sedangkan hasilnya adalah laba usaha. Turunnya penjualan berakibat pada turunnya laba, bila itu terjadi dalam waktu berkepanjangan, akan berdampak pada keberlanjutan usaha industri textile dan garment. Oleh karena itu, perlu kajian tentang analisis kinerja keuangan dengan menggunakan metode Z-Score model Altman dan Foster untuk mengukur tingkat kebangkrutan pada perusahaan textile dan garment go-public di Bursa Efek Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar